| Written by sha_imand |
| Tuesday, 05 June 2012 13:16 |
MEMBEDAH PESANTREN
DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
( Refleksi Awal Tahun )
Oleh:H.Akomadhien Shofa
Untuk itu langkah awal yang harus kita evaluasi ialah pendidikan di pesantren, mungkinkah pendidikan di pesantren kurang membangun karakter para santrinya atau kurangnya keteladanan dari seorang kyai dan ustadz. Kalau kita amati pendidikan pesantren sudah cukup membangun karakter peserta didik tapi bagaimanapun pendidikan di pesantren hanyalah bersifat teori belum menyentuh dunia praktis, sehingga ketika diterapkan di masyarakat sasaran sulit dicapai karena banyaknya problem yang dihadapi baik internal maupun eksternal.
Salah satu problem yang dihadapi rata-rata terletak pada tuntutan ekonomi yang besar. tuntutan tersebut terkadang didorong oleh keluarga yang berambisi untuk hidup mewah yang memungkinkan para alumni pesantren terkecoh untuk korupsi, yang pada akhirnya kesantriannya hilang ditelan kasus korupsi.
Dengan melihat kondisi tersebut perlunya pesantren menciptakan pendidikan yang mendorong untuk selalu hidup sederhana. Pendidikan yang sederhana bukan hanya berupa teori saja, tapi pesantren harus memberikan aturan yang ketat dalam masalah pengeluaran keuangan para santri. Misal pesantren melarang keras penjual masuk pesantren, santri dilarang merokok, dan lain-lain.
Disamping pengaturan pola hidup di setting dengan baik untuk menghindari korupsi, perlunya pesantren mengembangkan pendidikan tasawuf (moral). Pesantren pada saat ini mengalami krisis pendidikan tasawuf, pendidikan rasional menjadi andalan utama padahal awal mula dan ruh pendidikan pesantren itu sendiri bermula dari pendidikan tasawuf. Jika pendidikan rasional yang selalu ditonjolkan maka pesantren itu pula akan mencetak produk santri yang akan merasionalkan berbagai hal termasuk, perbuatan yang salah akan menjadi benar.
Seiring perkembangan zaman, pesantren, pondok pesantren atau sering disingkat ponpes, adalah sekolah formal dan non formal Islam berasrama dengan serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. Kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren modern, pesantren salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan pendidikan agama sedangkan pesantren modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum atau kurikulum.
Pendidikan pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh pesoalan masyarakat (society besed curriculum), yang mempunyai peranan penyiaran agama Islam dan dalam sejarahnya, pondok pesantren ikut secara besar-besaran menggalang kekuatan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga ikut membuat konstitusi dan ideologi, serta melawan komunisme.
Pondok pesantren juga ikut memberantas korupsi di Indonesia dan mengukir sejarah untuk melakukan gerakan-gerakan yang penting untuk perubahan Indonesia kearah yang lebih baik.
Teriakan Berantas Korupsi dari Pondok Pesantren
Di awal masa pemerintahan Soekarno, pondok pesantren sebagai institusi social setelah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan Negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Cukup banyak produk-produk pondok pesanten yang duduk di pemerintahan misal Menteri Agama bahkan PresidenRI.
Pada era Reformasi ini, dimana semua orang (termasuk para santri) berpeluang menjadi pejabat eksekutif (Kepala Desa, Bupati, Gubernur, Presiden), legislatif (DPR/DPRD), atau yudikatif (hakim, jaksa, polisi) fenomena santri yang korupsi tidak hanya menjadi kasus yang terjadi di kementerian agama (kemenag) atau kementerian lain. Kasus santri yang terlibat kasus korupsi juga terjadi di lembaga legislatif baik pusat maupun daerah.
Korupsi adalah salah satu dosa besar, bahkan jauh lebih besar dari pada membunuh, memang tak ada hadits maupun ayat Alquran yang mengatakan demikian namun hal ini sangat realitas sekali. Jika seseorang telah menbunuh maka hanya merugikan orang yang dibunuhnya saja atau mungkin keluarganya, namun jika seseorang telah melakukan korupsi berapa ribu atau bahkan berapa juta jiwa yang dirugikan oleh koruptor-koruptor yang ada di Negeri ini.
Pesantren memang bukan jaminan untuk mencetak orang-orang anti korupsi jika pendidikan yang ada didalamnya hanya pendidikan monotisme belaka. Namun pesantren juga bisa dijadikan tempat pencetakan para pemimpin anti korupsi jika program-program yang ada didalamnya benar-benar tertata dan sesuai dengan standar pendidikan anti korupsi. Karena besarnya peran pendidikan pondok pesantren di kemasyarakatan atau sosial (institusi social), maka kemudian pendidikan pondok pesantren harus ikut memberantas korupsi sehingga hilang dari bumi Indonesia ini .
Imam Malik dalam Al-Muwattha’ meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengirim Abdullah ibn Rawahah berangkat ke khaibar (daerah yahudi yang tunduk pada kekuasaan Islam) untuk memungut kharaj dari hasil tanaman kurma mereka. Rasulullah SAW telah memutuskan hasil bumi khaibar dibagi menjadi dua, setengah untuk kaum yahudi sendiri yang mengolahnya dan setengah lagi diserahkan kepada kaum muslimin.
Ketika Abdilah ibn Rawahah menjalankan tugasnya, orang-orang yahudi mendatangi beliau. Mereka mengumpulkan perhiasan istri-istri mereka dengan niat
untuk menyogok. Mereka berkata, “ini untukmu dan peringankanlah pungutan yang menjadi beban kami. Bagilah kami lebih dari setengah.” Abdullah ibn Rawahah kemudian menjawab,”Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah ! Bagiku, kalian adalah makhluk yang dimurkai oleh ALLAH. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan harapan aku akan meringankan (pungutan) yang menjadi kewajiban kalian, suap yang akan kalian berikan ini sesungguhnya merupakan suht (harta haram). Sungguh, kami tidak akan memakannya.”
Dari kisah di atas kita bisa mengambil hikmah bahwa Abdullah ibn Rawahah sebagai pemimpin yang diutus Rasul enggan melakukan korupsi karena beliau merasa bertanggung jawab atas tugas yang dipercayakan Rasulullah padanya sehingga mampu menjadi insan yang jujur dan yang tak diragukan lagi karena kedekatan Abdullah ibn Rawahah pada ALLAH karena Rasulullah telah berhasil menanamkan rasa Taqorruban ilallah dihati Abdullah ibn Rawahah. Pendidikan seperti Rasulullah itulah yang perlu kita contoh.
Pondok pesantren harus jauh lebih menekankan religius yang juga diimbangi nilai-nilai sosial yang kuat seperti disiplin, jujur, bertanggung jawab, peduli sesama dan tentunya menyuguhi program-program kepesantrenan yang mengacu pada pendidikan anti korupsi, hal ini bisa dengan mengadakan penyuluhan ataupun pelatihan pada santri tentang pendidikan anti korupsi.
Dan yang lebih penting lagi adalah menanamkan nilai kesadaran dan ketuhanan dalam hati para santri yaitu membimbing mereka agar selalu ta’at pada Allah, karena jika dalam hati setiap santri sudah tumbuh rasa Taqqoruban ilallah maka tak akan ada santri yang menyalahgunakan kekuasaannya.
Untuk itu sangat ditunggu gerakan perubahan sejarah yang dimulai dari pondok pesantren, seperti diungkapkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD. ‘pemberantasan korupsi oleh pondok pesantren tidak perlu menjadi partai politik, tapi melakukan gerakan politik, yakni gerakan untuk mempengaruhi policy. Teriakan-teriakan dari pondok pesantren dalam memberantas korupsi saat ini ditunggu karma semua orang, pejabat, dan aparat penegak hukum seperti sudah tuli’.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar