SEJARAH PUNK STREET
Acara
Jakarta Bersatu menandakan semakin solidnya komunitas Jakarta Punk.
Karena proses pembentukan basis produksi ekonomi dan jaring-jaring
distribusi telah berjalan membentuk mekanisme pasarnya tersendiri. Acara
ini juga memperlihatkan resistensi melalui penolakan terhadap sponsor
yang dianggap sebagai jerat kapitalis. Acara yang
dihadiri 5000 hingga 7000 penonton ini menjadi bukti bahwa komunitas
punk, hardcore dan skinhead dapat mengorganisir acara dengan kapasitas
besar, acara yang sebelumnya hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan
donasi sponsor institusi besar.
Mereka yang
memasuki komunitas punk pada periode setelah masa transisi ini akan
terbentuk kesadarannya untuk menolak major label yang berasal dari
industri musik besar.
Punk Jakarta Menuju Komunitas Internasional (2001-2006)
Setelah
mengalami proses transisi, Jakarta Punk berkembang menuju bentuk yang
berbeda dari periode sebelumnya. Pada periode ini, komunitas punk di
Jakarta mengalami intervensi dari kapitalisme melalui komodifikasi dan
penyerapan simbol-simbol punk menjadi sesuatu yang diproduksi secara
massal. Jika pada pergerakan punk periode kedua pihak industri budaya
masih mengganggap punk tidak mempunyai nilai jual tinggi, sekarang
mereka berpikir sebaliknya: punk di Indonesia (termasuk Jakarta) sudah
menjadi sasaran komodifikasi industri (Iskandar Zulqarnain, 2004).
Band
seperti Superman Is Dead (SID, dari Bali) menandatangi kontrak dengan
perusahaan besar yaitu Sony Music Indonesia. Setelah kejatuhan Soeharto,
arus globalisasi begitu deras merasuki komunitas punk Jakarta. Masuknya
MTV melalui stasiun televisi lokal seperti ANTV dan Global TV
memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan wacana mengenai punk. MTV
juga bekerja sama dengan MRA company mendirikan majalah dan radio MTV
Trax.
Selain
kapitalisme, pengaruh internet juga sedikit banyak mempengaruhi proses
interaksi dan sosialisasi komunitas punk di Jakarta. Generasi punk yang
lahir pada periode ini tidak banyak mengalami interaksi dan sosialisasi
antar sesama punk. Mereka mendapatkan informasi melalui internet dan
media. Sebelumnya, generasi punk di Jakarta mengenal band-band punk
melalui proses interaksi antar sesama. Sekarang, mereka yang menyatakan
dirinya punk hanya mengambil acuan identitas melalui media seperti MTV.
Seperti dicatat Iskandar Zulqarnain (2004), melalui MTV, band-band punk
komersil Barat, seperti Blink 182 dan Sum 41, masuk membentuk wacana
baru mengenai punk di Jakarta. MTV juga memberikan kesempatan bagi
band-band punk yang menginginkan masuk televisi untuk dapat menayangkan
video klipnya masing-masing. Band punk seperti SID dan Rockets Rockers
menyatakan dengan jujur bahwa mereka ingin mendapatkan kesejahteraan
lewat punk dengan sukarela melakukan sell-out menjual imej punk sebagai musik pembebasan demi uang (Iskandar Zulqarnain, 2004).
Di
sisi lain, keberadaan internet toh memberikan energi positif bagi
berkembangan komunitas punk di Jakarta. Melalui internet, hubungan direct contact
dengan komunitas punk luar negeri maju pesat. Indonesia dan Jakarta
mulai dikenal oleh komunitas punk dunia. Dengan sendirinya, komunitas
punk Jakarta memasuki tataran interaksi yang semakin luas. Komunitas
Jakarta Punk untuk pertama kalinya kedatangan kelompok band dari luar
negeri, Wojcezh dari Jerman. Wojcezh bermain di acara street gigs di
depan Pasar Festival Kuningan di Jakarta. Kehadiran Wojcezh di Jakarta
merupakan hasil kerjasama teman-teman dari Malaysia-Singapura dengan
orang-orang di komunitas Jakarta Punk.
Setelah Wojcezh, dari
Jerman datang beberapa band dari luar negeri untuk bermain di
Indonesia. Band seperti Battle of Disarm dan Power of Idea dari Jepang;
Foco Protesta, Rambo dari Amerika; Phist Crist dari Australia;
Topsiturfi dari Singapura, Second Combat band Hardcore dari Malaysia;
Masseparation band Grindcore dari Malaysia, Young And Dangerous band
Trashcore dari Malaysia, dan Cluster Bomb Unit band dari Jerman yang
telah bermain di Jakarta sebanyak dua kali pada tahun 2005 dan 2006.
Kehadiran
band-band luar negeri diatas tidak menggunakan bantuan dari sponsor
perusahaan-perusahaan donor, seperti Djarum Super atau A Mild. Melalui
kerjasama kolektif diantara kelompok-kelompok punk Jakarta, band-band
luar negeri tersebut dapat bermain di Jakarta. Salah satu peristiwa
penting adalah hadirnya band legendaris the Exploited yang telah eksis
di komunitas punk Inggrissejak era 1980-an. Exploited hadir di Jakarta
dalam tur Asia Tenggara. Di Indonesia, Exploited mengadakan konser di
tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Malang. Peristiwa lain yang menarik
adalah konser yang diadakan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 2006
bertempat di Lapangan Bola Cirendeu. Konser berjalan baik tanpa sponsor
yang mendukung acara tersebut.
Membaca Sejarah Komunitas Punk Jakarta
Keberadaan punk di Indonesia, khususnya di Jakarta, hadir melalui sebuah proses historis. Kenyataan ini jelas pertentangan dengan klaim yang melihat kehadiran punk di Indonesia a historis
dan tanpa dasar yang kuat. Hasil terpenting dari rekonstruksi sejarah
adalah ditemukannya periodisasi-periodisasi di dalam sejarah keberadaan
punk di Jakarta. Setiap periode memiliki dinamika internal dan
eksternalnya masing-masing. Di balik proses sejarah ini terdapat
kontradiksi-kontradiksi internal di dalam perkembangan sejarah komunitas
punk di kota Jakarta. Dengan kata lain, dari kenyataan historis ini,
penulis berusaha untuk memahami sejarah komunitas punk secara kritis.
Penulis setidaknya bisa mengidentifikasi tiga refleksi kritis terhadap komunitas Punk Jakarta sebagai sebuah gerakan counterculture:
Pertama,
dari keempat periode sejarah terlihat bahwa punk sebagai gerakan
perlawanan menemukan bentuk terbaiknya pada periode kedua. Namun, di
sini pula terletak permasalahannya. Bila komunitas punk merupakan
gerakan counterculture, maka konsistensi sikap politik
komunitas punk Jakarta perlu dipertanyakan. Punk sebagai gerakan politik
dapat dibaca lebih karena disebabkan oleh faktor infiltrasi gerakan PRD
dan kondisi sosial-politik tahun 1997-1999 yang memungkinkan bukan
hanya anak punk saja yang berpolitik atau berbicara politik, namun
hampir semua orang di Jakarta dapat berbicara politik. Apalagi kondisi
ini didorong oleh arus reformasi yang membuka kebebasan berbicara dan
berekspresi. Kenyataan sikap politik yang lemah dari komunitas punk
Jakarta didukung oleh menurunnya kerja-kerja ataupun
pernyataan-pernyataan politik di dalam tindakan keseharian
individu-individu didalamnya.
Periode
berikutnya yaitu periode III mulai dari tahun 2001 sampai masa sekarang
menunjukan secara perlahan bahwa komunitas punk Jakarta mengalami
proses depolitisasi seiring dengan menurunnya aktifitas politik
masyarakat pasca reformasi politik di tahun 1997-2000. Artinya,
komunitas punk Jakarta mengalami stagnasi terhadap aktifitas politik
riil. Dengan kata lain, komunitas punk Jakarta terjebak kedalam situasi
dan kondisi a politis di dalam sikap dan tindakannya sebagai oposisi terhadap negara dan kapitalisme.
Kedua,
perkembangan komunitas Punk Jakarta saat inp (saat tulisan ini dibuat)
mengalami kondisi yang memprihatinkan. Banyak dari anggota komunitas
punk Jakarta yang bekerjasama dengan institusi-institusi kapitalisme
yang sebelumnya mereka klaim sebagai musuh mereka. Contoh peristiwa yang
memicu kontroversi adalah masuknya Marjinal, sebuah band punk yang
tergabung di dalam kelompok Taring Babi dari Jagakarsa-Depok, ke dalam
liputan acara Urban Reality Show di RCTI. Selain itu Kelompok Taring Babi dan Marjinal juga terlibat sebagai figuran di dalam film Naga Bonar 2. Pada scene
upacara bendara di film tersebut kita dapat melihat beberapa anak punk
dari kelompok Taring Babi mengikuti upacara di film tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa kesadaran kolektif komunitas punk Jakarta melemah. Selain itu, kenyataan ini menunjukan bahwa di dalam tubuh
komunitas Punk Jakarta terdapat fragmentasi-fragmentasi di antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Perlu ditekankan bahwa penulis
menyadari bahwa komunitas tersebut sangat heterogen dan tidak berdiri secara monolitik.
Terakhir,
punk secara ekonomi gagal dalam memberikan alternatif atau perlawanan
ekonomi terhadap sistem kapitalisme. Bahkan kecendrungan mode of production yang dilakukan komunitas punk Jakarta memiliki benih-benih akumulasi modal di dalam kegiatan berproduksinya. Dengan kata lain,
bila komunitas punk Jakarta tidak menyadari dan melakukan refleksi
kritis terhadap aktifitas yang dilakukannya, maka tanpa disadari mode of production
dari komunitas punk Jakarta yang selama ini dijalankan akan bergerak
menuju hukum akumulasi kapital. Bila ini terjadi maka punk akan jatuh
kedalam kematian tragisnya (Habis)






Tidak ada komentar:
Posting Komentar